Ada Apa dengan Mom? (Chapter 3)

Hari itu Mom pulang lebih larut sepanjang lima minggu terakhir ini. Seharusnya pukul lima sore ia sudah sampai di rumah. Namun ini kan sudah pukul tujuh, tapi kenapa Mom belum datang-datang juga? Aku tidak mau melewatkan makan malamku sendirian.
Akhirnya, karena terlalu lama menunggu, aku tertidur di sofa ruang tamu dengan lampu mati.
Klik! Seseorang menyalakan saklar lampu ruang tamu dimana aku tertidur.
”Terima kasih sudah mengantarkan aku ya,”
Lho, bukankah itu suara Mom? gumamku sambil mengintip dari balik sofa. Apa? Mom bersama anak laki-laki itu? Apakah Mom benar-benar ingin menikahi orang yang jauh lebih muda darinya?
”Mom, kenapa kau pulang selarut ini? Siapa yang bersamamu tadi, Mom?” tanyaku dengan amarah yang meledak-ledak.
Tanpa menunggu jawaban dari Mom, aku berlari mendekati anak laki-laki itu dan menghentikannya.
”Berhenti! Aku ingin berbicara denganmu,” bentakku.
Dia pun berbalik.
”Nick?” aku terperanjat. ”Kau?”
”Baiklah, mungkin memang sudah seharusnya aku berkata yang sejujurnya,” kata Nick sambil menghela nafas.
”Jangan katakan. Aku sudah tahu. Kau pasti ingin mengatakan bahwa kau akan menikah dengan satu-satunya orang yang aku miliki kan?” amarahku semakin menjadi-jadi. ”Tapi kenapa tadi kau berkata padaku bahwa kau memiliki janji dengan seorang ibu untuk mendampingi putrinya? Kenapa kau tidak berkata yang sebenarnya saja bahwa kau akan menikahi ibuku? Ternyata salah kalau selama ini aku menyukai orang yang akan menjadi ayah mudaku!”
Nick tertawa. ”Ayah muda? Menikahi ibumu?” Nick semakin terpingkal-pingkal. ”Kurasa kau sudah salah sangka. Mana mungkin aku menikahi ibumu? Kau kira aku gila?”
Aku terdiam. Dalam hati aku mengiyakan kata-kata Nick.
”Tapi asal kau tahu, apa yang aku katakan tadi siang bukanlah suatu kebohongan. Aku berkata jujur. Biar aku menceritakan padamu sesuatu. Suatu kali, aku bertemu dengan seorang ibu. Aku melihat suatu kesedihan di wajahnya. Karena aku tidak tega melihatnya seperti itu, aku mendekatinya dan mengajaknya berbicara. Ibu itu menceritakan segala kesedihannya padaku dan berkata bahwa ia mempunyai seorang putri, dimana ia tak bisa membuat putrinya bahagia. Kami bercerita panjang lebar. Rupanya, putrinya adalah orang yang kukenal. Entah mengapa, aku memutuskan untuk membantu ibu itu untuk membahagiakan anaknya yang kesepian itu,” jelas Nick. ”Dan kau tahu? Anak perempuan yang kumaksudkan tadi, sekarang berada tepat di depanku.”
Aku tersentak.
Nick pun berlutut. Sekuntum bunga pun disodorkannya padaku.
”Nick,” dengan muka memerah aku mengambil bunga itu dari tangan Nick.
Crassshh!!! Sebuah tutup botol whisky lepas dari tempatnya.
”Selamat ya!” seseorang muncul dari balik semak-semak.
”Mitzy?” aku terkejut senang. ”Jangan katakan bahwa kau terlibat dalam hal ini.”
Mitzy mengangguk. ”Maaf, kalau aku bercerita padamu, ending story-nya tak akan sebagus ini kan?” katanya sambil tertawa bahagia.
”Mari kita rayakan kebahagiaan ini!” seru Mom.
”Sekarang? Ini kan sudah malam,” selaku.
”Saat-saat seperti ini kan belum tentu datang dua kali, Belle,” bisik Mitzy.
”Baiklah! Ayo kita rayakan!” seruku.

Mulai saat itu, Nick adalah orang yang selalu berada di sisiku. Dan tentu saja aku merasa sangat berterima kasih kepada semua orang yang turut andil dalam hal ini..Thank’s for everything Mom, Mitzy and my dear boyfriend, Nick!

0 comments:

Blessings - Laura Story

Popular Posts